.:Followers:.

Sunday, July 29, 2012

Puteriku.


Puteriku,
menjelang kakimu menjejak ambang dewasa,
pintallah benang–benang keimanan,
untuk pakaian seharianmu,
anyamlah tikar-tikar ketakwaan,
untuk sujud di depan Khalikmu,
jalinlah permaidani kebenaran,
untuk alas gerak-gerimu,
ukirlah hiasan kejujuran,
untuk pameran di ruang hatimu.

Lukislah arca keikhlasan,
untuk huluran pemberianmu,
bentanglah sejadah kepasrahan,
untuk segala urusan Tuhanmu,
jangan kau lupa sebutlah nama Rabb-mu,
dalam setiap tarikan nafasmu,
agar engkau selamat,
tidak diperkosa dan dianiya,
oleh kaum durjana, kaum jin, kaum iblis yang serakah,
dan tidak diperdaya situasi masa,
yang memang sudah gila tak kenal usia.

Puteriku,
lindungilah tabir kesucianmu,
dengan sifat malu dan dengan benteng imamat,
yang berwujud pesona cahaya,
yang terpancar pada surah An-Nur,
ayat tiga puluh sampai tiga puluh tiga.

Kelak, jika tiba masanya nanti,
pilihlah suami yang soleh,
kuat agama, tidak miskin,
fasih menyebut ayat-ayat dan kalamullah - Al-Quran,
fasih mengumandangkan kebenaran dan keadilan,
setia dalam cinta,
jujur dalam berkata-kata,
setia dalam suka dan duka, nestapa dan lara,
dan setia dalam menjaga keluarga, anak isteri tercinta,
dari hal-hal yang tidak diredhakan Azzawajalla.


Wasatiyyah. Pilihan kita, teman.  

Lantas lahirkan dari kesucian rahimmu,
seribu generasi teladan,
seribu generasi pilihan,
sebagaimana disabdakan Junjungan,
sebagaimana difirmankan Tuhan,
yang terukir dengan impian surah Al-Kahfi ayat tiga belas.

Akhirnya, jadilah engkau seorang ibu sejati,
sepanjang hayat selagi dikandung badan,
hingga pada saatnya, akhir masa nanti,
engkau akan dikenali sebagai muslimah sejati,
puteri ayah yang hakiki,
puteri ibu yang molek pekerti,
penyuar akhlak dan moral para nabi,
untuk peradaban umat manusia ini.

*Ini puisi dari hati seorang Papa yang dikasihi.*


Selamat sejahtera dan semoga kita dapat melahirkan manusia yang bijak dan bersifat mulia untuk kebaikan manusia sejagat tanpa mengenal batasan bangsa.

Cita Al-Haqirah. Bi Iznillah. ;)


Wednesday, July 25, 2012

Talking About LOVE


“Ramadhan, Madrasah Tarbiyyah. Aku kini melangkah penuh syukur ke dalamnya.
Maka, aku pohon agar dikurniakan rezeki bernama ISTIQAMAH, bakal memapah perlangkahan ini. 
Selagi Dia belum memanggil.”

Alhamdulillah. That was my first FB status updated for this fasting month.

ALLAH. I’m so grateful of being one of the chosen ones to step into Madrasah of Ramadhan for 2012 session. And, I’m very delighted because at last, I have time to write something here. (Actually there are numbers of drafts left unpublished. Hehe. *what a so-called busy woman Eika is)

------------------------

By the name of ALLAH~
I am so determined to share what has been locked inside for all this while - How we should really love and spread the spirit of LOVE’s love.

I know you know, when we love someone, it is undeniable that we will always be talking about him. We will easily know what type of shirt that she/he wears, (oh , let me use 'he' instead of 'he/she'. Make it general), how he looks today, how was his result, how is this, how is that, why, what and so many things are lingering in our mind.

I mean, not us. Our friends out there, maybe?

Haha. ‘He’ can be anyone. It would not just refer only to Buaya-Friend, Geli-Friend, Balaks, Aweks or whatever we name it, but also includes our best friend(s), our sister, mother or anyone. Yes, ANYONE.

The main point: If we love someone, or fond of someone, we will definitely feel enthusiastic about him.

And that's how Allah portrays the LOVE. The love that most has misunderstood. A love that is so abstract.

If we really love Allah, we cannot stop saying His name, dreaming of meeting Him, seeing Him everywhere we go, waiting to call Him every time we have and we are willing to do everything.

Yes, everything. Because of this LOVE.

Oh snap!

Seriously, even if we had made mistakes, we would feel the day is so lame and slow. We want to apologize straight away without seeking His refugees.

But, things become upside down when we betray Him.
We forget Him, we just call Him five times a day (as if we really pay full concentration), but the fact is we are dreaming of someone else and just remembering Him in the time of hard and tide.
Na’uzubillah.

Indeed, Allah never takes us to the Court and takes back all 'allowances' of living, divorces us from our happiness, kicks us out from our home, and the biggest thing, He never kills our lover just because of Jealousy. He never does nor did.

"Yeah Rite. He is a God. Why should Him?"

Shhhh! We're just saying things to make it right. We're just making the wrongs as true.

I should say.. YES, HE IS A GOD.

But if He is really our God, why do we never intend to seek and change, to be better servant too?
And if He is really the Creator, why do we deny the fact that all our hands, feet, comfortable house, clothes, eyes, ears and ALL the things that we cannot even make it, are gifts from Him?
So why do we treat Him, like we are having no God in life?

Instead, we make everything as on our own rule.
We care least, of what's right or wrong in life.
We feel nothing if people didn’t obey Him.

Ohh are we really that ‘WE’? Or the devil had worn our Prada and walked in us, in every step?

Let's find our way home, accordingly.
Let's be the real person as one who has faith of having Allah in his life.

Feel it. Try to feel the fact that Allah is so near. 
We are the one, who disappear. And walk away, further.


Aren't thing is backward, if we're not reverting?

And bear in mind.
Allah is Everything to Have without us,
But who are we, without He-who-Has-Everything?

Stop and ponder.


p/s: I intended to share my personal outcomes from ‘Beetles and Roses’ forum held on 17th July. But Ramadhan comes first as priority. So I feel that it’ll be so much lovely if I take this opportunity to spread the love of ALLAH – who has blessed us with Ramadhan. Insya Allah, if Allah permits, you’ll be reading love sayings from ‘Beetles and Roses’ – in my version, anyway.

Wallahu a'alam. This all is nothing but His works. Let the love of Allah spread. Ramadhan Kareem~ (say ‘ALLAHU Akram!’) ^^ 


Sunday, July 1, 2012

Memaknai Jawapan Ilahi.


Dua malam semalam, berteleku di pembaringan selepas membaca Al-Mulk, dalam kelam kamar, merenung siling putih yang bertampal segi-segi empat kecil sebelum mengatup mata.

'Apa produktifnya saya hampir setahun setengah ini? Rapuh yang amat di dalam padahal cuba-cuba kuat di luar?'

Saya melihat-lihat diri semula - pada Solat Subuhnya, pada solat sunatnya, pada bacaan Qurannya, pada sesi ulangkaji pelajarannya, pada bangun malamnya, pada hubungan dengan Papa Mama, adik-beradik di rumah, dan segala bagai.

Belum masuk hubungan sosial semasa lagi. Bagaimana hubungan dengan rakan sekelasnya, dengan pensyarahnya, waktu datang kelasnya...

Allah.

"Apa harga konsistensi yang aku sudah bayar? Pada bahagian mana hidupku?"

Tersentak.
Terbata.

Saya lihat. Diri membesar dikalangan rakan taulan sebagai seorang yang agak pendiam. Tidak banyak cakap. Dan hanya senyum bila mereka membicarakan tentang sesuatu. Tapi kadangkala, berlebih-lebih pula bicaranya. Hurm -.-

Dalam setiap langkah kehidupan ini, bila saya tenung kembali gambar saya sekitar darjah 6, saya teringat kenakalan lampau. Bila tidak membantu membuat kerja-kerja rumah, dimarah Mama dan kakak-kakak. Bila saya dikasari, saya akan cepat merajuk kerana kehidupan saya memang begitu.


Perihalnya sekarang..

Bila saya memandang skeptik rakan-rakan yang tidak faqih dalam agama, tidak faquh dalam amalannya, saya jadi makin tertekan kerana terlupa akan diri sendiri yang juga jelas tidak selalu lurus di atas jalan syariatNya.

Bila cepat sedih dan sebak kala lihat kebanyakan yang berada di dalam jurusan perguruan ini (khususnya) tidak berkelakuan seperti yang sepatutnya, saya rasa marah pula kerana saya sendiri tidak laksanakan tugas saya sebagai pemberi tadzkir.

Dan, saya sememangnya bukan insan yang layak untuk menghakimi sama ada mereka salah atau tidak. Tapi, pada hemat saya, kami, bakal pendidik inilah yang seharusnya menjadi qudwah hasanah buat ummah. Allah.

Kini saya diambang mencari identiti diri sendiri, saya cuba untuk memahami manusia disekitar saya. Dan bila saya rasa saya sendiri sedang dibolak-balikkan, saya akan cepat tersentap kerana tadi, kerana saya membesar dikalangan rakan taulan.

Tiada maaf.

Saya jadi sukar untuk memaafkan diri saya.

Saya menanggung kesalahan yang saya sendiri tidak maafkan. Dan itulah yang saya laung-laungkan kepada yang dekat dan yang bertanya. 

‘Beban rasa bersalah’, saya namakan.

Entah, sehingga saat ini saya masih meneruskan perjalanan dengan beban itu - saya sendiri tidak jumpa formula untuk meninggalkannya di satu tempat lalu pergi meninggalkannya di situ.

Cuma hanya sedari Semester Dua, saya baru berazam untuk menanggung dan menjawab apa semua yang terjadi - saya tidak akan lari menyisih. 

"Kelemahan adalah jalan kita menuju Tuhan." Ustaz Hasrizal Abdul Jamil.

Hidup. Maknainya..

Saya cuba mencari. Dan sebenarnya, kehidupan ini, tidak kira dimana-mana adalah fatamorgana. Kuala Lumpur juga fatamorgana. Perempuan juga fatamorgana dan rakan taulan juga fatamorgana.

"Hidup ni mudah sahaja. Pandang kehidupan sebagai satu perjalanan. Apa yang berlaku, sudah berlaku. Kita, terus sahaja berjalan." Kata seorang sahabat saya satu masa dulu. Dia sungguh optimis kala itu saya lihat.


Dan saya jumpa satu perkara dalam gelumangan saya dan refleksi waktu itu.

Saya mahu berhenti, atau mungkin sudah pun berhenti daripada perasaan ini. Masakan, saya sendiri apa betah dengannya! Ahha.

Dan, saya teringat rayuan saya sebelum beradu malam itu. Dan nyata, Dia Maha Tahu.

"Allah. Aku mahu Kau kenalkan aku dengan kehidupan. Apa maknanya aku hidup ini? Kenapa aku dihidupkan?"

Dan ya, ini mungkin caranya Allah menjawab soalan saya - yang barangkali tidak cukup dengan hanya buat saya TAHU. Tapi ALAMI sendiri.

Maka saya habisi tulisan saya dengan kata penguat jiwa ini, sebagai sebuah lagi tampalan di hati sendiri.


“Hadirnya para pahlawan sejati yang tidak lagi hidup bagi dirinya sendiri, tetapi hidup bagi orang lain dan agamanya, serta mahu mengorbankan semua yang ia miliki bagi agamanya”. 
-Amir Syakib Arsalan.


ALLAHU A'ALAM~


[Apabila terkuaknya pintu kejahilan, mencurah-curah hidayah masuk melaluinya..]